HALOJABAR.CO – DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) meminta Pemda KBB untuk mengalokasikan anggaran untuk pembukaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah pengganti TPA Sarimukti.
Pasalnya kondisi TPA Sarimukti di Kecamatan Cipatat, KBB, saat ini sudah over capacity dan tak mampu menampung lagi sampah kiriman dari wilayah kabupaten/kota se-Bandung Raya.
Alhasil kondisi tersebut juga kerap dimanfaatkan para pengusaha nakal untuk membuat TPS ilegal atau yang tak berizin untuk meraup keuntungan. Tanpa memperhatikan dampak negatif bagi masyarakat sekitarnya.
“Komisi III sudah meminta anggaran kepada Pemkab Bandung Barat untuk segera membebaskan tanah dan membuat TPA sendiri,” kata Ketua Komisi III DPRD KBB, Pither Tjuandys Jumat 10 Januari 2025.
Dia menjelaskan, hal itu dilakukan lantaran dalam satu hari sampah yang masuk ke TPA Sarimukti bisa mencapai 650 ton. Sedangkan, jumlah yang bisa diterima hanya 150-160 ton dan sekarang ditutup.
Ironisnya kondisi itu dimanfaatkan para pengusaha untuk membuka bisnis TPS ilegal. Seperti yang dilakukan PT Tras Bumi Nusantara dan Koperasi Produsen Healthy Harvest Indonesia di Jalan Raya Lembang, Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang.
BACA JUGA: Pengelola TPA Sarimukti Minta Pemerintah Daerah Patuhi Kebijakan Pembatasan Ritase
“Sampah yang dibuang itu dari luar KBB dan Bandung Barat cuma jadi objek, karena TPA Sarimukti penuh dan pembuangan dibatasi,” tegasnya.
Oleh karena itu, lanjut politisi Partai Demokrat ini, pihaknya mendesak Pj Bupati Bandung Bandung Barat, Bapelitbangda, termasuk TAPD mengalokasikan anggaran untuk pembebasan tanah agar KBB punya TPA sendiri.
“Saya meminta anggaran untuk pembebasan tanah itu sebesar Rp 30 miliar, tapi di tahun 2025 ini mereka hanya memberikan Rp 2,5 miliar,” sebutnya.
Menurutnya, jumlah tersebut sangat kecil. Sehingga dalam rapat dirinya meminta pemerintah harus hadir dan segera atasi persoalan sampah di Bandung Barat.
Mengingat sampah itu merupakan salah satu persoalan yang urgen. Apalagi KBB khususnya Lembang merupakan penyumbang PAD terbesar di sektor pariwisata yang harus dijaga dan jangan sampai ada TPS ilegal yang bisa mencemari lingkungan.
Lebih lanjut dikatakan Pither, dari sisi tata ruang keberadaan dua TPS di Kecamatan Lembang itu tidak memenuhi untuk digunakan sebagai TPS. Namun, mereka berdalih melakukan proses pengolahan dan pemilihan dengan waktu singkat.
“Mereka beralasan membantu pemerintah dan hanya memilah mana sampah organik dan non organik. Namun dari sisi perizinan saja tidak memenuhi persyaratan dan hanya punya NIB yang notabene tinggal daftar melalui OSS aja,” pungkasnya.***