HALOJABAR.CO – DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) menyoroti izin dan akses jalan masuk ke objek wisata Curug Cipanas di Kampung Nagrak, Kecamatan Lembang.
Persoalan perizinan di KBB terus menjadi sorotan. Bukan hanya pembangunan industri atau perumahan saja, tapi juga perizinan di sektor wisata.
DPRD KBB khususnya Komisi III seringkali menerima laporan terkait hal ini. Sehingga harus menindaklanjutinya dengan turun ke lapangan sekaligus melakukan monitoring pengawasan.
Seperti soal polemik yang membelit objek wisata Curug Cipanas Nagrak yang berlokasi di Kampung Nagrak, Desa Sukajaya, Kecamatan Lembang. Ada laporan dan juga pemberitaan media soal akses jalan masuk yang masih bersengketa.
“Kami sudah melakukan monitoring ke objek wisata Curug Cipanas Nagrak beberapa waktu lalu untuk mengetahui akar permasalahan dan bagaimana proses perizinannya,” kata Ketua Komisi III DPRD KBB Pither Tjuandys saat dikonfirmasi, Rabu 16 April 2025.
Menurutnya berdasarkan temuan di lapangan objek wisata itu ada yang masuk ke Desa Sukajaya Lembang. Serta ada juga lahan yang masuk Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong. Kemudian objek wisata itu sudah beroperasi sejak 2019, namun proses pengurusan perizinan baru dilakukan pada tahun 2022.
Setelah berjalan, mereka mulai mengantongi izin seperti akses jalan masuk, peil banjir, kajian dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan site plan sudah diajukan. Termasuk beberapa dokumen yang diregistrasi melalui Online Single Submission (OSS).
BACA JUGA: Curug Panas Nagrak di KBB, Wisata Pemandian Air Alami dari Gunung Tangkuban Parahu
Pihaknya juga menyoroti jalan atau akses masuk ke kawasan Wisata Curug Nagrak yang harus dipastikan bahwa lahan tersebut milik pemohon atau milik pemerintah desa. Kalau itu (jalan masuk) lahan pribadi atau merupakan tanah carik desa, harus ada surat keterangan resmi, sehingga harus bisa dipastikan legalitasnya.
“Kalau lahan tersebut milik desa harus dipastikan juga apakah berupa kerja sama berupa sewa atau bagi hasil parkir. Yang penting jalan masuk yang dilewati pengunjung telah disepakati penggunaannya,” tegas politisi Partai Demokrat ini.
Lebih lanjut, meski sudah beroperasi dari tahun 2022 hingga sekarang mereka belum mendapatkan site plan, sehingga tidak bisa melanjutkan untuk mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung atau PBG.
Kemudian selama ini pemilik sudah memberikan pembayaran retribusi sebesar Rp20 hingga Rp30 juta setiap bulannya kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung Barat.
“Kalau sebulan misalnya disetorkan Rp30 juta dikali 12 bulan berapa. Ini juga harus dipastikan masuk setorannya ke mana? Itu juga harus kita lihat dan kita akan cek langsung,” sambungnya.