Kuasa Hukum Eks Kepala BBT Bandung Ajukan Praperadilan dalam Kasus Pengadaan Alat Uji Masker N-95

Kuasa Hukum Mantan Kepala Balai Besar Tekstil Kementerian Perindustrian, Wibowo Dwi Hartoto, Subali. Foto/HALOJABAR.CO

Kemudian pada tanggal 9 April 2020 diajukanlah proposal senilai Rp11.206.415.000,00. Selanjutnya direvisi menjadi Rp8.081.590.000,00 setelah mempertimbangkan keterbatasan sumber daya manusia dan persyaratan laboratorium Biosafety Level 3 (LAB BSL-3) di Balai Besar Tekstil.

“Semua proses dari awal sampai akhir dilakukan secara transparan serta melibatkan reviu dari Inspektorat Jenderal Kementerian Perindustrian atas permintaan BNPB. Lalu diakhiri dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara BNPB dan Kementerian Perindustrian,” terang Subali.

Setelah semua proses itu, lanjut Subali, dana kemudian ditransfer ke rekening Bendahara Pengeluaran Pembantu Balai Besar Tekstil pada 8 Oktober 2020, setelah Wibowo Dwi Hartoto menandatangani Surat Tanggung Jawab Mutlak sebagai Kepala Satker.

Subali menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan klieannya adalah upaya nyata dan cepat tanggap dalam penanganan pandemi. Sesuai dengan instruksi dan prosedur yang berlaku saat itu, serta merupakan bagian dari kebijakan negara.

“Mengacu hal itu kami menilai bahwa penetapan tersangka terhadap Pak Bowo berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak sah karena bertentangan dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2020,” tegasnya.

Pihaknya memohon agar Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan permohonan Praperadilan kliennya dan menyatakan penetapan sebagai tersangka tidak sah.

Serta membatalkan segala keputusan atau penetapan lanjutan terkait penahanan dan penyidikan, memerintahkan pembebasan dari tahanan, serta memulihkan hak, kedudukan, harkat, dan martabat yang bersangkutan.

Dia menambahkan bahwa dasar pengajuan praperadilan ini adalah Perppu Nomor 1 Tahun 2020, yang masih berlaku hingga saat ini. Ia juga menyoroti Pasal 27 dan 28 dalam Perppu tersebut, yang menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam penanganan COVID-19 bukan merupakan kerugian negara.

Termasuk ketentuan pasal-pasal tertentu dari undang-undang tentang keuangan negara dan perbendaharaan keuangan negara dinyatakan tidak berlaku.

Subali juga membantah kesaksian dari Direktur PT Duo Alsakhi Putri Bambang Setiyadi, saksi yang sudah divonis jadi tersangka, yang menyatakan bahwa kliennya menerima aliran dana sebesar Rp200 juta.

“Kami pastikan itu tidak benar. Klien saya tidak pernah menerima aliran dana satu rupiah pun terkait anggaran COVID-19,” tegas Subali.

Sebaliknya, justru ada perjanjian kontrak pembangunan rumah tinggal antara kliennya dan Bambang senilai Rp350 juta, yang telah dibayarkan oleh kliennya dari uang pribadinya hasil penjualan mobil CRV kepada Bambang.