Komunikasi ini tidak bergantung pada tindakan individu atau keputusan klub, dia mandiri dan dia punya logika sendiri. Dalam dunia digital, bobotoh telah menciptakan semacam ekosistem komunikasi otonom yang tidak berhenti hanya karena pertandingan usai. Bahkan bisa dikatakan, “pertandingan sesungguhnya” justru dimulai setelah peluit panjang berbunyi dilapangan tanda akhir dari pertandingan yang berlanjut pada arena opini, identitas, dan narasi digital di dunaia maya.
Apa yang terjadi di media sosial adalah bentuk autopoiesis yang memiliki ciri khas bobotoh mereproduksi realitas Persib dengan cara mereka sendiri, sering kali lebih emosional, simbolik, bahkan spekulatif, ketimbang representasi media arus utama. Di sinilah realitas sosial tentang Persib dibentuk bukan sebagai fakta objektif, tapi sebagai dunia makna yang hidup melalui komunikasi kolektif.
Diferensiasi, Persib dalam Sistem Sosial Modern
Mengapa dan bagaimana peristiwa olahraga seperti ini bisa berdampak luas, kita perlu memahami satu prinsip fundamental Luhmann diferensiasi sistem.
Dalam masyarakat modern menurut Luhman (1995), tidak ada satu pusat kekuasaan atau kebenaran. Sebaliknya, masyarakat terdiri dari banyak sistem sosial yang berdiri sendiri seoerti ekonomi, hukum, pendidikan, agama, media, dsb dimana masing-masing punya logika operasionalnya sendiri. Sistem olahraga bukan sistem media. Sistem media bukanlah sistem politik. Tapi semuanya saling bersentuhan melalui iritasi dan observasi silang.
Kemenangan Persib, meski terjadi di arena olahraga, menjadi titik temu berbagai system Di sistem media, ia dikonstruksi sebagai momentum, sesuatu yang layak diberitakan, dibingkai, dan dipopulerkan. Pada sistem ekonomi, ia dikonversi menjadi nilai tukar penjualan tiket, sponsor, iklan, dan monetisasi platform media digital. Di sistem politik, dia menjadi sumber legitimasi simbolik pemimpin yang “dekat dengan rakyat”, dijadikan modal sosial untuk semakin dikenal masyarakatnya. Di sistem identitas budaya, ia menjadi penegasan simbolik. Persib adalah identitas budaya seekaligus representasi jatidiri orang sunda.
Namun hal penting yang perlu dicatat meskipun semua sistem membicarakan hal yang sama mengenai Persib juara, mereka tidak berbicara dalam bahasa yang sama. Inilah inti dari diferensiasi. Setiap sistem menerjemahkan “iritasi” kemenangan sesuai kode dan tujuannya masing-masing. Tidak ada sistem yang menguasai yang lain. Tidak ada narasi Tunggal hal ini, yang ada hanyalah komunikasi yang berbeda-beda, saling menanggapi, tetapi tetap otonom.