HALOJABAR.CO – Peristiwa banjir yang melanda kawasan Puncak Cisarua pada Minggu 2 Maret 2025 telah menimbulkan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Berbagai informasi dan spekulasi pun bermunculan, termasuk dugaan adanya keterkaitan antara banjir di kawasan Puncak Cisarua, Bogor, dengan alih fungsi lahan kebun teh yang dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2.
Banjir yang terjadi di Puncak Cisarua bukan merupakan fenomena yang sederhana, melainkan hasil dari interaksi berbagai faktor kompleks.
Berbagai pihak telah menyampaikan analisis dan pendapat, termasuk yang mengaitkan banjir dengan perubahan tata guna lahan. Untuk memahami situasi secara menyeluruh, penting untuk meninjau kembali data dan konteks serta fakta-fakta yang relevan.
Data meteorologi menunjukkan bahwa wilayah Puncak Cisarua mengalami curah hujan yang sangat tinggi dalam beberapa waktu terakhir.
Kondisi tersebut secara signifikan meningkatkan volume air yang mengalir di wilayah tersebut ditambah dengan karakteristik topografi wilayah Puncak Cisarua dengan lereng curam dan lembah sehingga mempercepat aliran air serta meningkatkan risiko banjir yang tinggi.
Optimalisasi lahan Kebun Teh PTPN tepatnya di Kawasan Unit Agrowisata Gunung Mas Kabupaten Bogor merujuk pada upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas penggunaan lahan yang sudah ada tanpa mengubah fungsi utamanya.
Hal ini dilakukan melalui proses yang melibatkan studi kelayakan menyeluruh. Studi ini dilaksanakan oleh pemerintah daerah sebagai pihak yang berwenang, dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Proses ini dirancang untuk memastikan bahwa perubahan penggunaan lahan dilakukan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kepala Sub Bagian Kesekretariatan dan Humas PTPN I Regional 2, Wahdian Muharam mengungkapkan, selain optimalisasi lahan yang dilakukan melalui proses resmi, terdapat juga fenomena alih fungsi lahan ilegal yang terjadi di beberapa wilayah.
Termasuk okupansi oleh pihak-pihak tertentu dengan membuat bangunan dan villa liar serta mengubah fungsi lahan menjadi tanaman sayuran.
BACA JUGA: Pekerja PTPN I Regional 2 Dapat Bantuan APD untuk Cegah Kecelakaan Kerja
“Aktivitas ini seringkali dilakukan tanpa izin dan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan maupun sosial,” terang Wahdian dalam keterangan resminya yang diterima HALOJABAR.CO.
“Sampai dengan saat ini, PTPN I Regional 2 bersama pemerintah daerah, terus berupaya mengatasi tantangan ini melalui koordinasi dan penegakan hukum, meskipun kompleksitas masalah okupasi memerlukan penanganan yang sistematis dan melibatkan banyak pihak,” sambungnya.