HALOJABAR.CO – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Cimahi melakukan trauma healing kepada warga korban longsor akibat ambrolnya Tembok Penahan Tanah (TPT) kompleks Mandalika Residence beberapa waktu lalu.
Pasalnya akibat ambrolnya TPT kompleks Mandalika Residence itu menyebabkan dua bangunan rumah di Kompleks Bukit Cibogo Living (BCL) tertimpa langsung dan beberapa kepala keluarga (KK) juga harus direlokasi.
“Warga di sana ada 13 KK yang harus direlokasi, sementara untuk anak-anaknya mengalami trauma pasca kejadian tersebut,” kata Kepala DP3AP2KB Kota Cimahi, Fitriani Manan, Selasa 15 Oktober 2024.
BACA JUGA: Pasca Longsor, Pemkot Cimahi Cek Perizinan Perumahan Mandalika Residence
Fitriani mengatakan, anak-anak tersebut kerap dihantui ketakutan tiap mendengar suara keras seperti gemuruh atau getaran. Padahal mereka sudah dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Oleh karena itu pihaknya melakukan penanganan trauma psikologis kepada mereka.
Pihaknya telah melakukan assessment kepada para korban terdampak, terutama anak-anak yang kini mengalami trauma pasca kejadian. Mengingat ketika teringat peristiwa itu, mereka langsung histeris.
“Akibat kejadian tersebut anak-anak menjadi salah satu kelompok yang paling merasakan dampaknya,” ucapnya.
Dia melanjutkan, sekarang sedang melakukan asesmen awal untuk menilai seberapa besar trauma yang dialami agar nantinya bisa dilakukan terapi khusus. Termasuk mengkaji apakah terapi yang diberikan bakal dilakukan secara personal atau kelompok.
BACA JUGA: DPT Perumahan di Leuwigajah Cimahi Longsor, Dua Rumah Rusak dan Warga Terluka
Sementara Psikolog Klinis dari P2TP2A, Yukie Agustia menambahkan, pemulihan psikologis para korban, terutama anak-anak membutuhkan waktu yang cukup lama. Begitu juga untuk orangtua ada yang masih diliputi kecemasan tentang keselamatan keluarganya, terutama saat harus meninggalkan anak-anak di rumah.
Oleh karenanya DP3AP2KB melalui P2TP2A terus memantau kondisi para korban dan merencanakan terapi lebih lanjut. Namun, banyak anak-anak yang masih enggan kembali ke sekolah karena trauma yang mereka alami.
“Kami sudah berusaha membujuk mereka untuk sekolah, tapi mereka masih teringat peristiwa itu, terutama saat mengingat seragam mereka yang tertimpa akibat reruntuhan,” terangnya.***